Pendahuluan
Kasus pengoplosan bahan bakar minyak kembali mencuat, kali ini melibatkan sebuah SPBU di Medan. Dikenal sebagai SPBU Nagalan, tempat ini dilaporkan telah menjual pertalite oplosan dengan bensin oktan 87 selama delapan bulan terakhir. Temuan ini terungkap setelah penyelidikan oleh pihak kepolisian yang memantau aktivitas ilegal di lokasi tersebut. Berita ini menyoroti masalah serius dalam distribusi bahan bakar di Indonesia dan dampaknya terhadap konsumen.
Penyelidikan dan Penemuan
Penyelidikan oleh Polrestabes Medan dimulai ketika polisi melakukan pengintaian terhadap mobil tangki minyak yang mencurigakan. Pada 5 Maret 2025, aparat kepolisian menemukan mobil tangki berplat BK 8049 WO yang membawa bensin ilegal. Wakil Kepala Polrestabes Medan, AKBP Taryono Raharja, mengungkapkan bahwa pihaknya sudah mencurigai aktivitas di SPBU tersebut dan melakukan pengecekan lebih lanjut.
“Mobil tangki yang membawa bensin oktan 87 itu sudah beroperasi selama delapan bulan. Dalam seminggu, ada tiga kali pemesanan untuk total 24 ton,” kata Taryono. Hal ini menunjukkan bahwa praktik oplosan ini bukan hanya dilakukan secara sporadis, melainkan merupakan skema yang terorganisir.
Proses Oplosan
Dari penjelasan yang diberikan, pengoplosan dilakukan dengan mencampurkan bensin oktan 87 ke dalam tangki timbun yang sudah berisi pertalite. “Jadi, di dalam tangki timbun sudah ada pertalite, kemudian bensin oktan 87 dimasukkan ke tangki ini. Bercampur di situ, lalu dijual dengan harga pertalite,” jelas Taryono.
Manajer SPBU, Muhammad Agustian Lubis, diduga memesan bensin ilegal tersebut dari seseorang berinisial MI melalui saluran telepon. Sementara itu, sopir mobil tangki, Untung, dan kernetnya, Yudhi, bertugas menjemput bensin dari gudang yang berada di Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang.
Dampak Terhadap Konsumen
Praktik pengoplosan ini menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai kualitas bahan bakar yang dijual kepada konsumen. Edith Indra Triyadi, Manajer Retail Sales Sumbagut, menyatakan bahwa hasil uji laboratorium terhadap minyak yang dibawa tangki tersebut menunjukkan kualitas di bawah standar. “Kualitasnya di bawah standar. BBM yang dibawa berada di angka oktan 87, bukan pertalite,” tuturnya.
Kualitas bahan bakar yang buruk dapat berpotensi merusak mesin kendaraan dan berdampak negatif pada performa kendaraan. Konsumen yang membeli bahan bakar dari SPBU ini mungkin tidak menyadari bahwa mereka sedang menggunakan bahan bakar yang telah dicampur dengan jenis yang lebih rendah.
Tindakan Polisi
Setelah terungkapnya praktik ilegal ini, Polrestabes Medan langsung menyegel SPBU Nagalan dan menangkap tiga orang yang terlibat dalam kasus ini, termasuk manajer dan sopir mobil tangki. Taryono menegaskan bahwa pihaknya akan terus menyelidiki dan menindaklanjuti kasus ini untuk memastikan bahwa praktik serupa tidak terjadi di tempat lain.
“Ini adalah pelanggaran serius yang harus ditindak. Kami akan melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk memastikan tidak ada SPBU lain yang terlibat dalam praktik oplosan ini,” kata Taryono.
Reaksi Masyarakat dan Konsumen
Berita mengenai pengoplosan ini memicu reaksi keras dari masyarakat. Banyak konsumen yang merasa dirugikan dan marah atas ketidakjujuran yang terjadi. “Saya selalu mengisi bahan bakar di SPBU itu. Saya tidak menyangka mereka menjual bahan bakar oplosan. Ini sangat merugikan kami sebagai konsumen,” ungkap salah satu pelanggan setia SPBU Nagalan.
Reaksi serupa juga muncul di media sosial, di mana netizen mengungkapkan kekecewaan mereka terhadap praktik pengoplosan yang merugikan. Banyak yang meminta pihak berwenang untuk melakukan pengawasan lebih ketat terhadap SPBU dan memastikan kualitas bahan bakar yang dijual sesuai dengan standar pemerintah.
Kesimpulan
Kasus pengoplosan pertalite di SPBU Nagalan ini menunjukkan adanya celah dalam pengawasan distribusi bahan bakar di Indonesia. Tidak hanya merugikan konsumen, tetapi juga menciptakan ketidakadilan di pasar. Konsumen berhak mendapatkan bahan bakar berkualitas sesuai dengan yang dijanjikan, dan pihak berwenang harus bertindak tegas terhadap pelanggaran semacam ini.
Dengan penegakan hukum yang lebih ketat, diharapkan praktik-praktik ilegal seperti ini dapat diminimalisir di masa depan. Masyarakat juga diimbau untuk lebih cermat dalam memilih tempat pengisian bahan bakar dan melaporkan jika menemukan indikasi pelanggaran. Kepercayaan publik terhadap sistem distribusi bahan bakar harus dijaga agar tidak terjadi lagi kasus serupa yang merugikan banyak pihak.