🧠 Oleh: PixelScribe
Artikel ini berisi ulasan keras dan tidak disensor tentang kasus viral yang menunjukkan lemahnya batas moral dan kontrol platform digital.
📌 Kasus: Grup Facebook ‘Fantasi Sedarah’ Viral — dan Menguak Borok Sosial yang Dalam
Sebuah grup di Facebook dengan nama “Fantasi Sedarah” viral karena berisi konten-konten menjijikkan bertema hubungan seksual antar keluarga. Grup ini bukan sembunyi-sembunyi di sudut gelap internet. Ia aktif, ramai, dan disebut memiliki ribuan anggota. Tak heran, kemarahan publik meledak. Tapi lebih dari itu, kasus ini menyentil wajah manusia modern: sejauh apa kita sudah terjebak dalam spiral digital yang hilang arah?
🧯 Kecaman Resmi: KPAI, Polisi, dan Publik Turun Tangan
Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah, menyebut grup ini sebagai bentuk “penyimpangan seksual, kejahatan seksual, dan kampanye menyesatkan”.
Bukan sekadar opini moral — ini pelanggaran hukum yang berat. KPAI menekankan bahwa tindakan para pelaku melawan nilai agama, sosial, dan hukum, dan lebih dari itu, merusak struktur keluarga itu sendiri.
KPAI tak tinggal diam. Mereka:
- Akan melakukan profiling terhadap korban dan pelaku,
- Bekerja sama dengan pihak kepolisian,
- Menyediakan rehabilitasi dan pendampingan bagi anak-anak yang diduga menjadi korban kekerasan seksual atau eksploitasi online.
Sementara itu, Direktorat Siber Polda Metro Jaya melalui Kombes Roberto Pasaribu menyatakan telah menyelidiki kasus ini sejak seminggu sebelum viral. Grup tersebut kini sudah ditutup oleh Meta, tetapi luka dan jejak digitalnya tidak hilang begitu saja.
🧵 Enda Nasution: Ini Tentang Batas, dan Sensitivitas Platform
Enda Nasution, pengamat media sosial, menjelaskan bahwa media sosial memang membuka ruang bagi berbagai minat dan ekspresi, termasuk yang “edgy dan tidak lazim”. Tapi dalam kasus seperti ini, ToS (Terms of Service) saja tidak cukup.
Enda mengingatkan bahwa:
- Platform harus lebih peka pada norma dan budaya lokal, bukan hanya mengikuti teks kaku dari peraturan internal.
- Pengguna harus lebih bijak, melaporkan konten mencurigakan, karena eksposur konten ekstrem bisa merusak cara pikir dan kesehatan mental.
💣 Mengapa Ini Sangat Serius?
Karena ini bukan cuma soal fiksi seksual.
Ini soal bagaimana platform teknologi terbesar di dunia bisa menjadi tempat tumbuhnya konten menyimpang yang punya potensi langsung pada kehidupan nyata. Beberapa alasannya:
- Normalisasi. Ketika grup seperti ini dibiarkan tumbuh, fantasi menyimpang berubah menjadi tren, bahkan identitas.
- Akses anak. Algoritma yang salah bisa membawa anak-anak yang rentan masuk ke dalam labirin konten ekstrem.
- Bahan grooming. Grup ini bisa jadi tempat predator mencari dan memanipulasi korban.
🚨 Tidak Bisa Cukup Dengan Dihapus
Menutup grup tidak menghapus masalah. Kita harus menuntut lebih:
- Transparansi dari Meta: Mengapa algoritma tidak mendeteksi grup seperti ini sejak awal?
- Audit terhadap komunitas tertutup: Berapa banyak grup serupa yang masih hidup di Facebook, Telegram, Reddit, dll?
- Undang-undang pemantauan konten yang lebih ketat untuk Indonesia, tapi tetap menjaga kebebasan berekspresi yang sehat.
🎯 Kesimpulan: Internet Butuh Etika. Sekarang.
Kita tidak bicara soal konservatisme atau kebebasan berekspresi. Ini soal perlindungan terhadap yang paling rentan: anak-anak dan keluarga.
Grup seperti “Fantasi Sedarah” adalah bukti bahwa teknologi tanpa nilai hanyalah mesin penggiling empati.
Saat dunia digital makin tak berbatas, maka filter etika bukan hanya harus dimiliki oleh algoritma dan AI, tapi juga oleh masyarakat, media, dan negara.
Dan untuk platform sebesar Facebook?
Tidak ada lagi alasan.
Jika Anda membiarkan racun tumbuh, maka Anda bagian dari sistem yang membunuh nurani umat manusia.