Jakarta – Menyambut pertengahan tahun 2024, dunia fintech lending Indonesia telah mencapai tonggak sejarah yang mencengangkan. Sekitar 129 juta individu kini terlibat dalam pinjaman online, dengan total penyaluran dana yang mengesankan mencapai Rp 874,5 triliun. Angka ini terungkap dalam laporan terbaru dari Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI), yang menunjukkan betapa besar pengaruh fintech dalam lanskap keuangan nasional.
Dominasi pinjaman di sektor produktif menonjol dengan kontribusi mencapai 30,61% dari total penyaluran. Entjik S. Djafar, Ketua Umum AFPI, menekankan bahwa meskipun volume pinjaman yang ada sangat besar, AFPI berkomitmen untuk memberantas praktik pinjaman online ilegal dan meningkatkan literasi keuangan masyarakat. Upaya ini menjadi fokus utama dalam acara AFPI CEO Forum 2024.
“Kami bertekad untuk melawan praktik pinjol ilegal dan memperluas akses pendanaan yang lebih inklusif di Indonesia,” tegas Endang dalam keterangan tertulis pada Rabu, 7 Agustus 2024.
Menurut riset dari EY MSME Market Study & Policy Advocacy, proyeksi kebutuhan pembiayaan untuk sektor usaha kecil dan menengah (UKM) pada tahun 2026 akan mencapai Rp 4.300 triliun. Namun, kapasitas pendanaan yang tersedia saat ini baru mencapai Rp 1.900 triliun, menyisakan gap sebesar Rp 2.400 triliun yang harus diisi oleh para penyedia pinjaman online.
Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), menjelaskan bahwa pertumbuhan pembiayaan dari sektor fintech lending melonjak hingga 26% per tahun, menjadikannya sebagai sektor keuangan dengan pertumbuhan tercepat di Indonesia. Kualitas kredit macet (NPL) dari pinjaman fintech tetap terjaga rendah di angka 2,7%, menunjukkan ketahanan industri ini.
“Fintech lending mencatatkan pertumbuhan tahunan sebesar 26%, menjadikannya sektor keuangan dengan pertumbuhan tertinggi. Dengan kualitas NPL yang terjaga di 2,7%, kami yakin industri ini akan tetap solid dan berkelanjutan,” ujar Agusman.
Sementara itu, Yusril Ihza Mahendra, ahli hukum yang turut hadir dalam acara tersebut, mengingatkan akan pentingnya pengaturan hukum yang sejalan dengan perkembangan teknologi yang cepat. Menurutnya, pemerintah perlu mempercepat proses pengaturan agar dapat mengikuti kemajuan teknologi yang mempengaruhi aktivitas ekonomi.
“Kemajuan teknologi berdampak besar pada aktivitas ekonomi. Namun, kecepatan pengaturan hukum seringkali tertinggal jauh, terutama dalam proses pembentukan undang-undang yang memakan waktu lama,” tambah Yusril.
Dengan dinamika yang terus berkembang, industri pinjaman online di Indonesia menunjukkan potensi besar, namun juga menghadapi tantangan signifikan dalam mengatasi gap pembiayaan dan memastikan regulasi yang efektif.