banner 728x90
Berita  

Guru Besar UGM Terlibat Kasus Kekerasan Seksual: Modus yang Mengejutkan

banner 468x60

Pendahuluan Kasus yang Mengguncang

Kasus kekerasan seksual yang melibatkan seorang guru besar dari Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), berinisial EM, telah menggemparkan komunitas akademis dan masyarakat luas. Kasus ini mencuat setelah laporan yang mengungkapkan modus pelaku yang melakukan kekerasan seksual dengan menggunakan bimbingan dan diskusi sebagai kedok. Kejadian ini menyoroti isu serius mengenai penyalahgunaan kekuasaan di lingkungan pendidikan tinggi.

Sekretaris UGM, Andi Sandi, mengkonfirmasi bahwa hasil pemeriksaan oleh Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) menunjukkan bahwa sebagian besar kejadian terjadi di luar lingkungan kampus. “Kami menemukan bahwa lokasi kejadian banyak yang dilakukan di luar kampus,” ujarnya. Penegasan ini menunjukkan bahwa pelaku telah memanfaatkan situasi untuk melakukan tindakannya.

banner 325x300

Laporan tentang kasus ini muncul pada tahun 2024 dan langsung ditindaklanjuti oleh Satgas PPKS. Dalam proses pemeriksaan, sebanyak 13 orang yang terdiri dari saksi dan korban dilibatkan. Kekerasan seksual ini dilaporkan telah terjadi selama periode 2023 hingga 2024, menciptakan keprihatinan mendalam tentang perlindungan bagi mahasiswa.

Modus Operandi Pelaku

Pelaku, EM, diduga menggunakan bimbingan akademik dan diskusi sebagai modus untuk mendekati korban. Menurut Andi Sandi, “Ada pertemuan di luar untuk membahas kegiatan atau lomba yang sedang diikuti, yang tampaknya menjadi kesempatan untuk melakukan tindakan tidak terpuji.” Modus ini menunjukkan bagaimana pelaku memanfaatkan posisi dan kepercayaan yang diberikan kepadanya sebagai dosen.

Kasus ini mengungkapkan pentingnya kesadaran di kalangan mahasiswa mengenai bahaya yang mungkin mereka hadapi, bahkan dari sosok yang seharusnya melindungi dan membimbing mereka. “Kami sangat prihatin dengan situasi ini dan berkomitmen untuk memberikan perlindungan yang lebih baik bagi mahasiswa,” ungkap Andi Sandi.

Pentingnya dukungan dari pihak universitas dalam menghadapi masalah ini juga ditekankan. Satgas PPKS UGM kini berfokus pada pendampingan para korban dan memastikan agar kejadian serupa tidak terulang. “Kami sedang memberikan pendampingan kepada para korban dan memantau perkembangan psikologis mereka,” tambahnya.

Tindakan Universitas dan Sanksi yang Dikenakan

Setelah laporan diterima, EM telah dibebastugaskan dari tugas mengajar dan dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Laboratorium Bio Kimia Pasca Sarjana dan Cancer Chemoprevention Research Center Fakultas Farmasi. Keputusan ini diambil untuk memastikan proses penyelidikan dapat berlangsung tanpa hambatan. “Sejak pelaporan, EM sudah tidak lagi bertugas,” jelas Andi Sandi.

Berdasarkan rekomendasi Satgas PPKS, EM dianggap melanggar Pasal 3 ayat 2 Peraturan Rektor UGM No 1 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual. “Rektor UGM sudah memutuskan bahwa yang bersangkutan dikenakan sanksi sedang hingga berat, yang bisa berupa skorsing atau pemberhentian tetap,” tuturnya.

Keputusan untuk memberikan sanksi menunjukkan komitmen UGM dalam menangani kasus kekerasan seksual dengan serius. “Kami berupaya untuk menciptakan lingkungan akademis yang aman dan nyaman bagi semua mahasiswa,” kata Andi Sandi.

Dampak Psikologis pada Korban

Kekerasan seksual bukan hanya berdampak fisik, tetapi juga psikologis. Para korban kini mendapatkan dukungan dari psikolog dan konselor untuk membantu mereka pulih dari trauma. “Kondisi mental mereka sangat memprihatinkan; banyak yang mengalami gangguan tidur dan kecemasan,” ungkap seorang psikolog yang terlibat dalam pendampingan.

Pendampingan psikologis adalah langkah penting untuk membantu para korban beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari setelah mengalami trauma. “Kami berusaha memberikan ruang bagi mereka untuk berbagi pengalaman dan mengatasi perasaan yang muncul,” tambah psikolog tersebut. Proses pemulihan ini tidak hanya penting bagi kesehatan mental mereka tetapi juga untuk keberanian mereka melanjutkan studi.

Aktivis perlindungan anak dan perempuan juga meminta agar kasus ini menjadi perhatian serius bagi semua pihak. “Kami tidak bisa membiarkan tindakan ini berlalu tanpa konsekuensi. Perlu ada tindakan tegas untuk melindungi mahasiswa dari pelaku kekerasan,” kata seorang aktivis.

Kesadaran Masyarakat dan Langkah Preventif

Kasus ini meningkatkan kesadaran di kalangan masyarakat mengenai pentingnya perlindungan terhadap mahasiswa dari tindakan kekerasan seksual. Diskusi mengenai keamanan dan keselamatan di lingkungan pendidikan kini menjadi topik hangat dalam berbagai forum. “Kami harus memastikan bahwa mahasiswa merasa aman dalam lingkungan akademis,” kata seorang dosen.

Pendidikan mengenai hak-hak dan cara melindungi diri dari kekerasan seksual perlu ditingkatkan. “Dengan memberikan informasi yang tepat, mahasiswa dapat lebih waspada dan siap menghadapi situasi yang tidak aman,” ungkap seorang pendidik. Ini adalah langkah penting untuk menciptakan budaya yang lebih aman di kampus.

Universitas juga diharapkan untuk lebih proaktif dalam menangani isu ini. “Kami mendorong institusi pendidikan untuk memiliki kebijakan yang jelas dan tegas dalam menangani kasus kekerasan seksual,” tambah aktivis tersebut.

Penutup: Membangun Lingkungan Akademis yang Aman

Kasus kekerasan seksual yang melibatkan guru besar UGM adalah pengingat bahwa perlindungan terhadap mahasiswa harus menjadi prioritas utama. Dengan dukungan dari masyarakat, pemerintah, dan lembaga pendidikan, diharapkan kejadian serupa tidak akan terulang di masa mendatang. “Kita semua memiliki tanggung jawab untuk menjaga keamanan dan kesejahteraan mahasiswa,” ujar Andi Sandi.

Dengan penegakan hukum yang transparan dan adil, diharapkan lingkungan akademis dapat menjadi tempat yang aman bagi semua mahasiswa untuk belajar dan berkembang. “Kami berkomitmen untuk terus berupaya menciptakan iklim yang aman dan nyaman di UGM,” tutup Andi Sandi.

Exit mobile version