Jakarta, 28 Juni 2025 – Konflik Iran dan Israel memasuki babak baru yang nyaris tak terlihat. Saat serangan militer menjadi sorotan dunia, pertempuran lain diam-diam berlangsung di balik layar: perang siber yang menyasar langsung pakar-pakar digital Israel.
Kelompok hacker yang diyakini terkait dengan Islamic Revolutionary Guard Corps (IRGC) Iran terdeteksi meluncurkan kampanye phishing berskala kecil tapi sangat presisi. Sasaran mereka bukan situs pemerintah atau sistem militer, melainkan manusia—jurnalis teknologi, pakar keamanan siber, dan akademisi di bidang komputer.
Taktik Halus: Menyamar Sebagai Profesional, Menyerang Melalui Percakapan
Serangan ini tidak datang dengan kekerasan. Mereka menyamar. Menghubungi target lewat WhatsApp, email, dan LinkedIn, para pelaku berpura-pura sebagai asisten riset atau mitra teknologi asing. Komunikasi yang mereka kirimkan sangat rapi, terstruktur, dan profesional.
Para peneliti keamanan siber meyakini pesan-pesan itu dibuat dengan bantuan AI. Gaya bahasa, susunan kalimat, dan bahkan nada sopannya terlalu sempurna untuk ditulis manual. Inilah wajah baru perang modern—didorong oleh kecerdasan buatan, dibungkus dalam sopan santun digital.
Langkah Kedua: Serangan Terjadi Setelah Korban Merasa Nyaman
Setelah mendapat kepercayaan korban, peretas mengirim tautan palsu ke halaman login Gmail atau Google Meet. Semua tampak normal. Tapi begitu korban mengetik kredensial, seluruh data—termasuk kode autentikasi dua faktor—langsung disedot.
Tidak hanya itu. Situs palsu juga menjalankan keylogger, alat yang merekam setiap ketikan korban. Bahkan data yang belum dikirim pun bisa tercuri jika korban hanya sekadar mengetik.
Pergeseran Medan Perang: Dari Teritorial ke Digital
Iran tidak sedang menyerang wilayah. Mereka menyerang informasi. Sasaran mereka adalah pengetahuan, akses, dan jaringan intelektual Israel. Ini adalah bentuk baru dari decapitation strike, bukan ke fisik, tapi ke sistem otak digital musuh.
Dengan AI, para peretas bisa menciptakan persona palsu yang mampu membaur di lingkungan profesional daring. Facebook, LinkedIn, bahkan WhatsApp kini bisa menjadi medan infiltrasi.