Selasa, 27 Agustus 2024, hubungan antara Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto semakin memanas. Setelah sebelumnya mereka terlihat harmonis, kini pertanda keretakan mulai terlihat. Acara pembukaan Kongres Nasional Partai Nasdem menjadi momen penting di mana Jokowi secara tidak langsung mengindikasikan kekecewaannya terhadap Prabowo dan koalisi yang mulai rapuh.
Dalam pidatonya, Jokowi menyatakan, “Saya merasa ditinggalkan oleh kawan koalisi. Kini hanya Nasdem dan Surya Paloh yang masih setia.” Pernyataan ini jelas menunjukkan bahwa ada ketegangan dalam hubungan antara dua pemimpin tersebut. Prabowo, yang juga Ketua Umum Partai Gerindra, tidak disebutkan sama sekali, menandakan bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam relasi mereka.
Gde Siriana Yusuf, Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies, memberikan analisis mendalam mengenai situasi ini. Ia menjelaskan bahwa pernyataan Jokowi bisa dianggap sebagai kritik terselubung kepada Prabowo, terutama setelah Prabowo menyebutkan adanya pihak yang “haus kekuasaan.” Menurut Gde, ini adalah bentuk saling sindir yang umum terjadi dalam politik, terutama di kalangan elite Jawa.
Keretakan ini juga berkaitan dengan dinamika politik menjelang Pilkada 2024. Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah syarat usia calon kepala daerah menjadi 30 tahun telah menjegal ambisi putra Jokowi, Kaesang Pangarep, untuk maju dalam Pilgub 2024. Sebelumnya, Gerindra sempat mendukung Kaesang, namun kini mereka memilih calon lain. Hal ini tentunya menjadi pukulan bagi Jokowi dan menambah rasa kecewa yang mendalam.
“Rasa kecewa ini menjadi penyebab utama mengapa hubungan mereka mulai merenggang,” jelas Gde. Situasi ini menunjukkan bahwa ketegangan politik tidak hanya terjadi di tingkat publik, tetapi juga di dalam lingkaran dekat penguasa.