Kuansing, 29 Oktober 2024 – Sebuah tragedi berdarah terjadi di Cerenti, Kuantan Singingi, ketika seorang pria bernama Martinus (42) ditangkap setelah menikam tetangganya, Amri (56), hingga tewas. Kejadian ini menciptakan kegemparan di masyarakat setempat dan menimbulkan pertanyaan tentang kepercayaan dan tindakan yang dipicu oleh ketakutan.
Latar Belakang Kejadian
Kejadian bermula dari kecurigaan Martinus yang merasa bahwa Amri telah melakukan praktik santet terhadapnya. Selama beberapa waktu, Martinus mengeluh sering mengalami sakit kepala dan nyeri pada leher. Ia mengaitkan sakit tersebut dengan ritual yang dilakukan oleh Amri, termasuk memukulkan kelopak bunga kelapa di depan rumahnya, yang diyakini sebagai simbol pengiriman santet.
Proses Kejadian
Pada hari kejadian, Martinus memanggil Amri ke depan rumahnya. Dalam keadaan emosi yang tinggi, ia meminta Amri untuk berhenti melakukan praktik yang diyakininya sebagai santet. Namun, alih-alih menyelesaikan konflik secara damai, Martinus masuk ke dalam rumahnya dan mengambil pisau. Tanpa peringatan, ia menikam Amri di bagian perut, menyebabkan korban terjatuh dan bersimbah darah.
Ketika anak Amri keluar rumah dan melihat ayahnya terluka, ia segera berusaha menyelamatkannya. Namun, Martinus yang panik sempat menjilat darah dari pisau dan melarikan diri dengan membawa senjata tersebut.
Tindakan Pelarian dan Penangkapan
Martinus melarikan diri ke Soralangun, Jambi, tetapi tidak lama kemudian, polisi berhasil menangkapnya. Kapolres Kuantan Singingi, AKBP Pangucap, menjelaskan bahwa pelaku ditangkap setelah melarikan diri ke beberapa lokasi, termasuk tempat keluarganya.
Reaksi Masyarakat
Kejadian ini cepat menyebar di media sosial, memicu reaksi beragam dari masyarakat. Banyak yang mengutuk tindakan kekerasan tersebut, sementara yang lain menyoroti pentingnya pendidikan tentang dampak negatif dari kepercayaan terhadap praktik mistis. “Kita perlu membicarakan bagaimana kepercayaan seperti ini bisa mengarah pada tragedi,” ungkap seorang aktivis.
Implikasi Hukum
Martinus kini dihadapkan pada ancaman hukuman berat di bawah Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan Pasal 340 tentang pembunuhan berencana. Jika terbukti bersalah, ia dapat dijatuhi hukuman mati atau seumur hidup. Kasus ini mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh sistem hukum dalam menangani kasus kekerasan yang dipicu oleh ketidakpastian psikologis.
Kesimpulan
Tragedi ini menjadi pengingat bahwa ketakutan dan kecurigaan dapat mengarah pada tindakan yang tidak terduga dan berbahaya. Masyarakat perlu lebih terbuka dalam membicarakan kepercayaan mistis dan bagaimana hal tersebut dapat mempengaruhi perilaku. Dialog yang konstruktif dapat membantu mencegah tragedi serupa di masa depan.