Latar Belakang Kasus
Dalam beberapa hari terakhir, nama Gus Elham Yahya Luqman menjadi sorotan publik setelah video yang memperlihatkan tindakan kontroversialnya mencium anak perempuan dalam sebuah forum pengajian viral di media sosial. Tindakan ini langsung memicu reaksi negatif dari masyarakat dan berbagai kalangan, termasuk lembaga perlindungan anak. Hal ini menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai batasan etika dalam interaksi antara pendakwah dan anak-anak.
Berita mengenai Gus Elham menjadi trending topic di berbagai platform, dan dalam waktu singkat, ramai diperbincangkan di media. Banyak netizen yang membuat kampanye daring untuk mengecam tindakan tersebut. Kejadian ini bukan hanya menyentuh sisi moral, tetapi juga mencolokkan aspek hukum yang perlu diperhatikan dalam konteks perlindungan anak.
Respons Komisi Perlindungan Anak
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) segera bertindak setelah video tersebut viral. KPAI mengeluarkan pernyataan resmi yang mengkritik keras tindakan Gus Elham. Ketua KPAI, Margaret Aliyatul Maimunah, menganggap perbuatan tersebut sebagai penghinaan terhadap martabat anak dan melanggar hak asasi mereka.
“Perilaku ini bukan hanya merendahkan harkat anak tetapi juga melanggar berbagai peraturan perundang-undangan yang menjamin perlindungan hak anak,” tegas Margaret. Dia merujuk kepada berbagai regulasi seperti Pasal 28B ayat (2) UUD 1945 dan Undang-Undang Perlindungan Anak, yang jelas mengatur bahwa setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari segala bentuk kedudukan yang merugikan.
Margaret juga menyatakan bahwa tindakan Gus Elham berpotensi dijerat dengan Pasal 76E Undang-Undang Perlindungan Anak, yang melarang tindakan cabul terhadap anak. “KPAI akan terus mengadvokasi perluasan penafsiran ‘perbuatan cabul’ agar mencakup semua tindakan yang melanggar norma sosial dan hukum,” tambahnya.
Implikasi Terhadap Psikologis Anak
Dalam penjelasannya, Margaret mengingatkan bahwa pelecehan seksual terhadap anak dapat memberikan dampak psikologis yang berkepanjangan. “Tindakan seperti ini bisa merusak perkembangan mental dan fisik anak-anak, bahkan meningkatkan risiko perilaku negatif di masa depan,” katanya. KPAI saat ini sedang menelaah lebih dalam kasus ini, mengidentifikasi pelanggaran hak anak, dan berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk memastikan perlindungan bagi anak-anak yang terdampak.
Perlindungan anak menjadi isu sensitif di Indonesia, dan banyak pihak kini menuntut agar masyarakat tidak menormalisasi perilaku yang melanggar etika terhadap anak. KPAI juga menyatakan pentingnya edukasi publik mengenai keselamatan dan perlindungan anak dalam setiap interaksi.
Tanggapan dari PBNU dan Masyarakat
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) juga memberikan respon tegas. Alissa Wahid, Ketua PBNU, menegaskan bahwa tindakan Gus Elham tidak mencerminkan nilai-nilai dakwah Islam yang seharusnya menjadi teladan bagi umat. “Perilaku seperti ini merendahkan martabat manusia, terutama anak. Ini jelas melanggar prinsip dakwah bil hikmah,” kata Alissa.
Kekecewaan dari PBNU menggema di berbagai kalangan, yang menuntut agar tokoh agama lebih berhati-hati dalam bertindak. Masyarakat pun semakin memperdebatkan etika dalam interaksi antara pendakwah dan anak, menekankan bahwa setiap tokoh agama harus menjaga martabat serta perilaku yang layak dicontohkan.
“Sebagai tokoh masyarakat, Gus Elham seharusnya bertanggung jawab atas tindakannya. Ini bukan hanya masalah hukum, tetapi juga etika,” ungkap seorang aktivis perlindungan anak.
Pihak Kementerian Agama Bereaksi
Wakil Menteri Agama, Muhammad Syafi’i, turut menanggapi situasi ini. Ia menyatakan bahwa Kementerian Agama akan meningkatkan pengawasan terhadap para pendakwah agar tidak melakukan tindakan yang melanggar norma. “Kejadian ini harus menjadi evaluasi, dan kami sepakat untuk lebih meningkatkan pengawasan ke depan,” ungkap Syafi’i.
Ia menjelaskan bahwa Kementerian Agama berkomitmen untuk menciptakan lingkungan yang ramah anak di madrasah dan pesantren. Dua surat keputusan terkait pengasuhan ramah anak telah diterbitkan oleh Kemenag untuk memastikan anak-anak di lingkungan pendidikan tersebut mendapatkan perlindungan yang layak.
“Dengan regulasi ini, kami berharap dapat mencegah tindakan pelecehan di masa mendatang,” tambah Syafi’i, menekankan pentingnya integritas dalam menyebarluaskan ajaran agama.
Permohonan Maaf dari Gus Elham
Menghadapi sorotan publik, Gus Elham akhirnya menyampaikan permohonan maaf melalui sebuah video yang diunggah pada 11 November 2025. Dalam video tersebut, ia berusaha menjelaskan peristiwa yang terjadi dan menegaskan niat baiknya. “Saya berjanji akan memperbaiki diri dan memilih metode dakwah yang lebih sesuai dengan norma agama,” katanya.
Elham menyebut bahwa video viral tersebut adalah kejadian lama dan sudah ditarik dari media sosial resmi lembaganya. Namun, banyak yang merasa bahwa permohonan maafnya tidak cukup untuk meredakan kemarahan publik. “Permohonan maaf harus diiringi dengan tindakan nyata. Ini bukan hanya tentang kata-kata,” ungkap seorang pengguna media sosial.
Reaksi atas permohonan maafnya pun beragam. Sebagian masyarakat merasa bahwa ternyata tidak ada jaminan bahwa tindakan serupa tidak akan terulang lagi di masa depan.
Menggali Masalah di Balik Kasus Ini
Kasus Gus Elham membuka diskusi lebih dalam mengenai praktik dakwah dan interaksi antara pendakwah dan anak, serta bagaimana masyarakat harus bersikap terhadap setiap tindakan yang melanggar norma. Banyak yang menyoroti pentingnya edukasi untuk para pendakwah agar memahami batasan dalam bersikap.
“Dalam berinteraksi dengan anak, pendakwah harus memiliki kesadaran penuh tentang etika dan norma sosial. Ini adalah tanggung jawab moral dan sosial,” kata seorang psikolog anak.
Beberapa ahli meminta agar Kemenag dan lembaga terkait lainnya segera mengembangkan program pelatihan bagi pendakwah untuk memahami batasan dan etika dalam berinteraksi dengan anak-anak.
Dukung Perlindungan Anak
Sebagai langkah positif, organisasi perlindungan anak berharap agar wadah-wadah seperti KPAI dan lembaga negara lainnya semakin memperkuat kampanye perlindungan anak. “Kita harus menjadikan kasus ini sebagai momentum untuk meningkatkan kesadaran bersama akan pentingnya perlindungan anak dalam konteks keagamaan,” ungkap seorang aktivis.
Edukasi masyarakat mengenai hak dan perlindungan anak perlu ditingkatkan. KPAI berencana untuk menyelenggarakan seminar dan diskusi publik untuk meningkatkan kesadaran tentang perlindungan anak, serta dampak dari tindakan tidak pantas yang melanggar hak mereka.
Harapan untuk Masa Depan
Kepala KPAI menekankan bahwa kolaborasi antara semua pihak sangat penting dalam perlindungan anak. “Kami berharap dengan meningkatnya kesadaran dan penegakan hukum yang lebih baik, tindakan serupa tidak akan terulang di kemudian hari,” ujar Margaret.
Reformasi dalam pengawasan dan pendidikan terhadap pendakwah diharapkan dapat membantu menciptakan lingkungan yang baik bagi anak-anak. “Kita harus bekerja sama demi masa depan yang lebih aman dan baik untuk anak,” tutupnya.
Dengan demikian, kasus Gus Elham bukan hanya menyoroti masalah individu, tetapi juga sebuah kelanjutan untuk memperbaiki sistem sosial di masyarakat agar lebih peduli terhadap perlindungan anak dan meminimalisir potensi kekerasan. Keterlibatan semua pihak diharapkan menjadi kunci untuk mencapai tujuan ini.



















