Penahanan Sri Purnomo oleh Kejaksaan Negeri
Pada Selasa, 28 Oktober 2025, Kejaksaan Negeri (Kejari) Sleman resmi menahan Sri Purnomo, mantan Bupati Sleman, yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi terkait dana hibah pariwisata tahun anggaran 2020. Penahanan ini dilakukan setelah Sri Purnomo menjalani pemeriksaan selama sekitar 10 jam oleh penyidik Kejari Sleman.
“Penyidik Kejaksaan Negeri Sleman telah melakukan pemeriksaan terhadap tersangka Sri Purnomo, yang merupakan Bupati Sleman pada periode 2010-2015 dan 2016-2021,” ungkap Kajari Sleman, Bambang Yunianto, dalam konferensi pers di kantor Kejari Sleman. Penahanan ini merupakan langkah lanjutan dari proses hukum yang tengah berlangsung.
Sri Purnomo ditahan di Lapas Kelas II A Yogyakarta, atau lebih dikenal dengan Lapas Wirogunan. Keputusan penahanan ini diambil berdasarkan Surat Perintah Penahanan dari Kepala Kejaksaan Negeri Sleman. Menurut Bambang, penahanan ini akan berlangsung selama 20 hari ke depan.
Alasan Penahanan
Bambang Yunianto menjelaskan bahwa alasan penahanan Sri Purnomo adalah adanya kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, serta mengulangi tindak pidana. “Tindak pidana yang dikenakan kepada tersangka diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih,” tambahnya.
Sebelum penahanan, penyidik telah melakukan pengumpulan bukti dan keterangan dari berbagai pihak untuk memperkuat kasus ini. Proses ini melibatkan saksi-saksi yang relevan dan dokumen-dokumen penting terkait penggunaan dana hibah pariwisata.
Dengan penahanan ini, pihak Kejari berharap dapat memberikan efek jera kepada para pelaku korupsi lainnya. “Kami akan terus berkomitmen untuk memberantas korupsi di daerah ini,” tegas Bambang.
Reaksi Masyarakat dan Pengamat
Berita penahanan Sri Purnomo langsung mendapatkan perhatian dari masyarakat dan berbagai elemen pengamat. Banyak yang berharap tindakan tegas ini dapat menjadi langkah awal untuk menuntaskan berbagai kasus korupsi yang ada di Sleman dan daerah lainnya. Seorang warga Sleman, Budi, mengungkapkan, “Kami merasa senang melihat proses hukum berjalan. Ini menunjukkan bahwa tidak ada yang kebal hukum.”
Di sisi lain, beberapa pengamat hukum menilai penahanan ini sebagai langkah yang tepat. “Korupsi adalah kejahatan luar biasa yang harus ditangani dengan serius. Penahanan terhadap pejabat publik yang terlibat akan memberikan sinyal kuat bahwa korupsi tidak akan ditoleransi,” kata seorang pengamat hukum, Dr. Rina.
Masyarakat juga berharap agar penanganan kasus ini dilakukan secara transparan. “Kami ingin melihat proses hukum yang adil dan transparan, sehingga tidak ada lagi ruang bagi praktik korupsi di masa depan,” ungkap seorang aktivis anti-korupsi.
Latar Belakang Kasus Korupsi
Kasus korupsi yang melibatkan Sri Purnomo berawal dari penggunaan dana hibah pariwisata tahun anggaran 2020. Dana tersebut seharusnya digunakan untuk meningkatkan sektor pariwisata di Sleman, tetapi diduga disalahgunakan. Penyelidikan awal menunjukkan adanya indikasi penyimpangan dalam penggunaan dana tersebut.
Pihak Kejari Sleman telah melakukan audit terhadap penggunaan dana hibah, menemukan bahwa sejumlah proyek yang didanai tidak berjalan sesuai dengan rencana atau bahkan tidak dilaksanakan sama sekali. “Kami menemukan bukti-bukti yang cukup untuk menetapkan Sri Purnomo sebagai tersangka,” ungkap Bambang.
Dalam konteks ini, penting untuk mencermati bagaimana dana publik dikelola oleh pejabat. “Kasus ini menjadi pelajaran bagi semua pihak bahwa pengelolaan dan penggunaan dana publik harus dilakukan dengan akuntabilitas yang tinggi,” kata Dr. Rina.
Langkah Selanjutnya dalam Proses Hukum
Dengan penahanan Sri Purnomo, langkah-langkah selanjutnya adalah melakukan persidangan untuk menentukan kepastian hukum. Kejaksaan Negeri Sleman berencana untuk segera melimpahkan berkas perkara ke pengadilan. “Kami akan bekerja sama dengan pengadilan untuk mempercepat proses persidangan,” jelas Bambang.
Masyarakat juga diharapkan untuk terus mengawasi perkembangan kasus ini. “Kami akan memberikan informasi berkala kepada publik terkait proses hukum yang berjalan,” tambahnya. Transparansi dalam proses hukum menjadi salah satu fokus utama untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan.
Sementara itu, Sri Purnomo melalui kuasa hukumnya menyatakan bahwa mereka akan mengajukan pembelaan saat proses persidangan dimulai. “Kami akan membuktikan bahwa klien kami tidak bersalah,” ungkap salah satu pengacara Sri Purnomo.
Akibat Hukum dan Dampak Sosial
Kasus ini tentunya akan berdampak luas, tidak hanya bagi Sri Purnomo sebagai individu, tetapi juga pada citra pemerintah daerah Sleman. Korupsi yang melibatkan pejabat publik dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. “Kami berharap kasus ini tidak hanya menjadi sorotan, tetapi juga mendorong perbaikan sistem di pemerintahan,” kata seorang tokoh masyarakat.
Dampak sosial dari tindakan korupsi juga tidak bisa diabaikan. Dana yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat justru disalahgunakan. “Kami ingin melihat penggunaan dana publik yang lebih transparan dan akuntabel ke depan,” tambah Budi.
Dengan adanya penahanan ini, masyarakat berharap akan ada sistem pengawasan yang lebih ketat terhadap penggunaan anggaran daerah. “Kita perlu memastikan bahwa dana yang dialokasikan benar-benar sampai kepada masyarakat dan tidak disalahgunakan oleh oknum-oknum tertentu,” tutup Budi.
Penutup
Kasus penahanan Sri Purnomo menjadi momentum penting dalam pemberantasan korupsi di Indonesia, khususnya di daerah Sleman. Dengan langkah-langkah tegas dari Kejaksaan Negeri Sleman, diharapkan dapat memberikan efek jera kepada pelaku korupsi lainnya. Masyarakat juga diharapkan untuk terus berpartisipasi dalam mengawasi penggunaan dana publik agar ke depan tidak ada lagi praktik korupsi yang merugikan masyarakat.
Proses hukum yang transparan dan akuntabel menjadi kunci untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap pemerintah dan institusi penegak hukum. “Kami akan terus mendukung upaya-upaya pemberantasan korupsi demi masa depan yang lebih baik,” pungkas Bambang Yunianto, menutup konferensi pers tersebut.



















