KompasTekno – WhatsApp kembali jadi sorotan setelah FBI (Federal Bureau of Investigation) mengeluarkan peringatan resmi terkait modus penipuan baru yang memanfaatkan fitur share screen. Modus ini disebut berbahaya karena memungkinkan penipu melihat seluruh layar korban secara real-time, termasuk kode OTP, aplikasi perbankan, hingga pesan pribadi.
Agar lebih jelas, berikut rangkuman dalam format FAQ (Frequently Asked Questions) supaya mudah dipahami.
Apa itu share screen WhatsApp?
Share screen adalah fitur yang memungkinkan pengguna membagikan tampilan layar ponsel mereka kepada lawan bicara saat panggilan WhatsApp. Fitur ini biasanya dipakai untuk presentasi, tutorial, atau membantu kerabat yang kesulitan mengoperasikan aplikasi.
Namun, fitur ini bisa jadi bumerang bila digunakan sembarangan.
Bagaimana cara penipu memanfaatkan fitur ini?
Penipu memanfaatkan teknik rekayasa sosial (social engineering). Mereka biasanya menghubungi korban melalui telepon atau WhatsApp, menyamar sebagai pegawai bank, petugas pemerintah, bahkan layanan pelanggan.
Korban diberi alasan bahwa akunnya sedang diretas atau ada transaksi mencurigakan. Lalu, korban diarahkan mengaktifkan share screen. Begitu layar terbuka, penipu bisa melihat semua aktivitas korban secara langsung.
Apa itu phantom hacker scam?
Phantom hacker scam adalah istilah yang dipakai FBI untuk menggambarkan skema penipuan ini. Kata “phantom” (bayangan) merujuk pada cara pelaku yang seolah tidak terlihat tapi bisa memantau aktivitas korban secara penuh.
Korban percaya mereka sedang dibantu, padahal sebenarnya sedang diperdaya.
Apakah kasus ini sudah terjadi di Indonesia?
Ya. Wali Kota Jakarta Pusat, Arifin, pernah hampir menjadi korban. Ia dihubungi seseorang yang mengaku petugas kecamatan dan diminta mengaktifkan share screen untuk aktivasi KTP Digital.
Untungnya, ia menolak. Arifin kemudian membagikan pengalamannya lewat Instagram dan mengingatkan masyarakat agar hanya mempercayai kanal resmi pemerintah.
Kenapa modus ini sangat berbahaya?
Karena aksesnya real-time. Artinya, pelaku bisa langsung melihat:
- Kode OTP yang masuk ke SMS.
- Password saat korban mengetik di aplikasi finansial.
- Riwayat transaksi dan saldo rekening.
- Percakapan pribadi atau dokumen penting.
Dengan informasi itu, penipu bisa menguras rekening, mengambil alih akun media sosial, hingga menyalahgunakan identitas korban.
Bagaimana cara melindungi diri?
Ada beberapa langkah penting untuk mencegah diri jadi korban:
- Verifikasi nomor penelepon. Jangan percaya begitu saja dengan nomor asing.
- Gunakan share screen hanya untuk orang yang dipercaya. Misalnya keluarga atau rekan kerja.
- Aktifkan otentikasi dua faktor (2FA). Baik di WhatsApp maupun aplikasi perbankan.
- Rutin memperbarui aplikasi. Update menutup celah keamanan yang bisa dimanfaatkan.
- Laporkan nomor mencurigakan. Blokir dan kirim laporan ke polisi siber.
- Edukasi orang tua dan keluarga. Mereka sering jadi target empuk penipu.
Apa yang harus dihindari?
- Jangan panik jika ditelepon nomor asing dengan nada mendesak.
- Jangan share screen saat membuka aplikasi mobile banking atau dompet digital.
- Jangan ikuti instruksi terburu-buru dari penelepon yang mengaku resmi.
- Jangan berikan akses layar ke orang asing dengan alasan apa pun.
Apa yang harus dilakukan jika sudah terlanjur?
Segera hubungi bank dan minta pemblokiran rekening. Jika WhatsApp atau aplikasi lain sudah diakses, aktifkan ulang keamanan, ganti kata sandi, dan laporkan ke polisi siber agar tidak ada korban lain.
Penutup
Peringatan FBI ini jadi alarm global bahwa fitur sederhana pun bisa dijadikan senjata oleh penipu. WhatsApp share screen memang berguna, tetapi juga berisiko besar bila jatuh ke tangan yang salah.
Kesimpulannya, kunci utama ada pada sikap pengguna: tetap tenang, selalu curiga pada nomor asing, dan jangan sembarangan berbagi layar.



















