Dulu kita percaya bahwa hanya pekerjaan kasar yang akan digantikan mesin. Tapi hari ini, AI baru saja mengalahkan salah satu profesi paling elit di dunia: dokter.
Microsoft secara resmi memperkenalkan AI Diagnostic Orchestrator, sistem cerdas yang mampu menangani kasus medis rumit seperti tim dokter sungguhan. Dalam uji coba terhadap 304 kasus dari jurnal medis internasional, sistem ini berhasil menembus akurasi 85,5 persen, sementara dokter manusia yang berpengalaman hanya mampu mencapai 20 persen dalam kondisi terbatas.
Perlu digarisbawahi: ini bukan chatbot kesehatan yang cuma menebak gejala. Ini sistem yang berpikir, berdiskusi, dan menyimpulkan diagnosis medis secara kolektif, lewat lima agen AI spesialis yang saling menyanggah dan mempertajam argumen.
Dengan performa seperti ini, pertanyaannya bukan lagi apakah AI bisa menggantikan dokter. Pertanyaannya adalah berapa lama lagi sampai profesi manusia lainnya ikut runtuh?
Menurut Mustafa Suleyman, pemimpin unit AI Microsoft dan co-founder DeepMind, sistem ini akan mencapai tingkat presisi nyaris sempurna dalam 5 sampai 10 tahun ke depan. Ia menyebut teknologi ini sebagai “pelepasan beban besar untuk sistem kesehatan global”.
Bahasa halus itu menutupi realita pahit. Karena di balik efisiensi dan kemajuan, ada ancaman eksistensial: manusia akan mulai kehilangan tempatnya di dunia kerja yang dulu dia kuasai.
Microsoft mencoba memberi harapan dengan narasi “AI sebagai pendamping, bukan pengganti.” Tapi sejarah membuktikan sebaliknya. Tidak ada teknologi yang hadir hanya untuk bantu-bantu. Mereka selalu berkembang jadi dominan, dan manusia akan bergeser jadi pelengkap.
Bill Gates bahkan sudah memperingatkan: kecerdasan akan jadi gratis.
Dan jika kecerdasan menjadi gratis, kenapa perusahaan harus membayar mahal untuk pekerja manusia yang lebih lambat, lebih mahal, dan lebih mudah lelah?
Hari ini AI menguasai diagnosis. Besok, AI mengajar anakmu. Lusa, AI menyusun strategi bisnis kantormu. Di titik itu, apa yang membuat manusia tetap relevan?
Jika kamu bekerja di bidang yang berulang, berbasis logika, atau bisa dirumuskan ke dalam pola, maka pekerjaanmu tidak seaman yang kamu pikirkan.
AI tidak akan datang dengan obrolan manis. Ia datang lewat data, kecepatan, dan hasil yang tak bisa disangkal. Dan begitu angka membuktikan AI lebih baik, pasar kerja tidak akan memihak manusia hanya karena kita punya emosi.




