ketika Pengadilan Negeri Jakarta Timur memutuskan untuk menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara kepada Yudha Arfandi, terdakwa kasus pembunuhan anaknya, Raden Andante Khalif Pramudityo (Dante). Sidang ini menjadi sorotan publik, mengingat kejahatan yang sangat serius dan dampaknya terhadap keluarga yang ditinggalkan.
Tamara, yang hadir di persidangan dengan penuh harapan, tidak dapat menyembunyikan emosinya saat hakim membacakan putusan. Dia duduk di bangku terdepan, dikelilingi oleh keluarga dan kerabat, dan saat mendengar vonis, Tamara menutup wajahnya dengan tangan. “Ini sangat menyakitkan. Saya tidak pernah membayangkan kehilangan anak saya dengan cara ini,” ujarnya, suaranya bergetar menahan kesedihan.
Hakim menyatakan bahwa Yudha terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana, namun hukuman yang dijatuhkan jauh lebih ringan dari tuntutan hukuman mati yang diajukan oleh jaksa penuntut umum. Dalam penjelasannya, hakim menguraikan faktor-faktor yang memberatkan dan meringankan Yudha. Hal yang memberatkan adalah tindakan Yudha yang kejam terhadap Dante, sementara yang meringankan adalah sikap sopan Yudha selama persidangan serta statusnya yang belum pernah dihukum.
Mendengar penjelasan tersebut, Tamara merasa semakin kecewa. “Saya mengharapkan hukuman yang lebih berat. Anak saya tidak seharusnya kehilangan hidupnya begitu saja,” ungkapnya dengan air mata yang tak tertahan. Keluarga Tamara merasakan hal yang sama, dan mereka semua berharap agar keadilan dapat ditegakkan untuk Dante.
Setelah putusan dibacakan, pengacara Yudha, Daliun Sailan, segera menyatakan niat untuk mengajukan banding. “Kami akan berjuang agar putusan ini ditinjau kembali,” ujarnya. Hal ini menambah lamanya proses hukum yang harus dilalui oleh keluarga Tamara, yang sudah merasakan kehilangan yang mendalam.
Kasus ini menjadi perhatian publik dan menyoroti isu kekerasan terhadap anak yang semakin marak. Tamara berharap agar perjuangannya dapat membawa perubahan dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan anak. “Kami tidak ingin tragedi ini terulang lagi. Semua anak berhak mendapatkan perlindungan,” tegasnya.
Kisah ini memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya keadilan dan perlindungan bagi anak-anak. Tamara dan keluarganya bertekad untuk terus berjuang demi keadilan dan harapan bagi anak-anak yang menjadi korban kekerasan. “Kami akan terus berbicara untuk anak-anak yang tidak memiliki suara. Ini adalah perjuangan yang harus dilakukan,” kata Tamara dengan penuh semangat.
Melalui pengalaman pahit ini, Tamara ingin mengajak masyarakat untuk lebih peka terhadap isu-isu kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan terhadap anak. “Kita harus bersatu untuk melindungi anak-anak kita. Mereka adalah masa depan kita,” tutupnya dengan harapan agar suara mereka didengar dan perjuangan mereka tidak sia-sia.