Jakarta – Dunia maya kembali diguncang dengan kabar mengenai Youtuber Agatha Palermo yang dilaporkan ke polisi karena diduga menghina Nabi Muhammad SAW. Laporan tersebut dibuat oleh Johan Muhamad Junaedi, seorang aktivis dari Litbang SDM DPW Jabodetabek Apologet Islam Indonesia (API), yang mengklaim bahwa Agatha telah melakukan penistaan agama.
Laporan ini diajukan ke Polda Metro Jaya pada 1 November 2024, setelah Johan menyaksikan tayangan langsung Agatha di YouTube dan TikTok pada 28 Oktober 2024. Dalam tayangan tersebut, Agatha diduga membuat pernyataan yang merendahkan Nabi Muhammad, termasuk menyebut beliau sebagai “tukang kawin” dan berkomentar bahwa Nabi “takut air” saat buang air besar.
Pengacara Johan, Rusdin Ismail, menjelaskan bahwa tindakan Agatha sangat merugikan umat Islam dan bisa memicu ketegangan di masyarakat. “Kami membawa bukti berupa cetakan dari tayangan tersebut. Ini adalah masalah serius yang harus ditindaklanjuti,” kata Rusdin.
Tuduhan ini mengundang reaksi beragam dari publik. Banyak netizen yang mengecam tindakan Agatha dan mendukung laporan Johan. “Kita harus menghormati keyakinan orang lain. Ucapan yang menyakiti hati bisa berdampak besar,” tulis seorang pengguna Twitter. Di sisi lain, ada juga yang berpendapat bahwa laporan ini merupakan bentuk upaya untuk membungkam kebebasan berbicara di media sosial.
Dalam konteks hukum, Agatha bisa dikenakan Pasal 28E jo. Pasal 45 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang ITE serta Pasal 156 KUHP. Jika terbukti bersalah, ia bisa menghadapi hukuman penjara. Ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan penghormatan terhadap nilai-nilai agama.
Johan berharap laporan ini dapat menjadi pelajaran bagi masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam berucap, terutama di media sosial. “Kami ingin NKRI tetap aman dan damai. Jangan sampai tindakan satu orang merusak keharmonisan yang telah terjalin,” ujarnya.
Agatha Palermo sendiri belum memberikan komentar terkait laporan ini. Publik kini menantikan reaksi dari Youtuber yang dikenal dengan konten-kontennya yang sering kali kontroversial. Kasus ini menjadi contoh nyata bagaimana media sosial bisa menjadi arena perdebatan yang panas, terutama terkait isu-isu sensitif seperti agama.
Dengan berkembangnya teknologi dan media sosial, penting bagi setiap individu untuk memahami dampak dari pernyataan yang dilontarkan. Kebebasan berbicara adalah hak yang harus dihormati, tetapi harus diimbangi dengan tanggung jawab untuk tidak menyakiti perasaan orang lain. Kontroversi ini menjadi pengingat bahwa setiap ucapan memiliki konsekuensi, dan penting untuk menjaga keharmonisan dalam masyarakat yang beragam.