Jakarta – Kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (TTL) kembali mencuat ke permukaan setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkannya sebagai tersangka. Lembong diduga terlibat dalam praktik korupsi yang merugikan negara hingga Rp 400 miliar terkait kegiatan impor gula kristal mentah pada tahun 2015.
Menurut Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Abdul Qohar, tindakan Lembong terkait penerbitan izin impor gula kristal mentah sebanyak 105 ribu ton dinilai tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. “Kerugian negara diakibatkan oleh keputusan yang tidak berdasarkan kebutuhan pasar, apalagi pada saat itu Indonesia mengalami surplus produksi gula,” jelasnya.
Kasus ini menunjukkan bahwa Lembong memberikan izin impor meskipun tidak ada koordinasi dengan kementerian atau lembaga terkait lainnya. “Seharusnya, dalam situasi surplus, yang diimpor adalah gula putih dan hanya oleh BUMN. Tindakan ini jelas melanggar hukum dan etika publik,” tegas Qohar.
Penangkapan Lembong tidak hanya menciptakan kegaduhan di kalangan politisi, tetapi juga mengundang perhatian luas dari masyarakat. Masyarakat berharap bahwa penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejagung dapat menjadi sinyal bahwa tidak ada yang kebal terhadap hukum, terlepas dari jabatan atau status sosial.
Lembong yang kini menjadi tahanan Kejaksaan Agung terlihat tenang saat dibawa ke Rutan Salemba, mengenakan rompi pink dan polo shirt biru dongker. “Saya percaya bahwa semua keputusan yang diambil sudah sesuai dengan prosedur,” katanya kepada wartawan. Meskipun ia menghadapi tantangan hukum yang berat, Lembong tetap optimis akan hasil akhir proses hukum ini.
Reaksi publik terhadap kasus ini bervariasi. Banyak yang mendukung tindakan tegas terhadap korupsi, sementara yang lain mempertanyakan integritas sistem hukum di Indonesia. “Kami ingin melihat bahwa keadilan ditegakkan, tidak hanya untuk Tom Lembong, tetapi juga untuk semua pelaku korupsi lainnya,” ungkap seorang aktivis hak asasi manusia.
Di tengah keriuhan ini, lembaga-lembaga terkait diharapkan untuk meningkatkan pengawasan dan transparansi dalam kebijakan perdagangan. “Kasus ini harus menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah untuk lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan sumber daya negara,” tambah seorang ekonom.
Kejagung berjanji untuk melanjutkan penyelidikan hingga semua pihak yang terlibat dalam kasus ini terungkap. “Kami akan memastikan bahwa semua yang terlibat akan dihadapkan pada proses hukum yang sesuai,” tegas Abdul Qohar.
Kasus Tom Lembong menjadi pengingat bahwa korupsi tidak hanya merugikan negara, tetapi juga berdampak langsung pada kehidupan masyarakat, terutama para petani yang bergantung pada kebijakan pemerintah. Dalam konteks ini, masyarakat berharap agar tindakan tegas terhadap korupsi dapat memulihkan kepercayaan publik terhadap pemerintah dan lembaga penegak hukum.
Dengan adanya penetapan tersangka ini, diharapkan akan ada perubahan signifikan dalam pengelolaan kebijakan perdagangan ke depan untuk mencegah terulangnya praktik serupa. Masyarakat kini lebih aktif menuntut akuntabilitas dari pemerintah, dan kasus ini menjadi salah satu tonggak penting dalam perjuangan melawan korupsi di Indonesia.