Jakarta – Sebanyak enam juta data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dilaporkan mengalami kebocoran, termasuk data milik Presiden Joko Widodo. Insiden ini diduga melibatkan seorang peretas yang menggunakan nama samaran Bjorka. Merespons kejadian ini, Presiden meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk segera bertindak.
Presiden menyatakan bahwa dirinya telah menginstruksikan Kemenkominfo, Kementerian Keuangan, dan BSSN untuk segera mengambil langkah mitigasi guna menangani kebocoran data NPWP ini.
“Saya sudah memerintahkan Kominfo, Kemenkeu, dan BSSN untuk segera melakukan mitigasi secepatnya,” ujar Jokowi saat kunjungan di Boyolali, Jawa Tengah, Kamis (19/9/2024).
Presiden juga menambahkan bahwa insiden serupa tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara-negara lain. Kebocoran data ini kemungkinan besar diakibatkan oleh kelemahan keamanan seperti penggunaan kata sandi yang lemah serta penyimpanan data di berbagai tempat yang memudahkan peretas untuk mengaksesnya.
“Kejadian seperti ini juga bisa terjadi di negara lain, mungkin karena keteledoran dalam penggunaan password atau penyimpanan data yang terlalu tersebar, sehingga mudah diretas,” tambahnya.
Menanggapi kasus ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menyatakan bahwa pihaknya tengah melakukan investigasi mendalam terkait kebocoran data tersebut. Mereka berkomitmen untuk menindaklanjuti dan mencari tahu akar permasalahan yang menyebabkan kebocoran data ini.
“Terkait dengan informasi kebocoran data yang beredar, saat ini tim teknis DJP sedang melakukan pendalaman,” ujar Dwi Astuti, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kementerian Keuangan, dalam keterangan resmi, Rabu (18/9/2024).
Isu kebocoran ini menjadi perbincangan publik setelah seorang pakar keamanan siber, Teguh Aprianto, mengungkapkan adanya penjualan data NPWP di forum ilegal. Data yang dijual meliputi informasi pribadi seperti NIK, alamat, nomor telepon, dan email. Jumlah data yang diperjualbelikan mencapai enam juta NPWP dengan harga sekitar Rp 150 juta.
“Sebanyak 6 juta data NPWP diperjualbelikan dengan harga sekitar Rp 150 juta. Data yang bocor di antaranya NIK, NPWP, alamat, nomor HP, e-mail, dan lain-lain,” ungkap Teguh melalui akun media sosialnya.
Dalam unggahannya, Teguh juga menunjukkan tangkapan layar dari forum ilegal yang menampilkan pengguna dengan nama Bjorka, tertanggal 18 September 2024. Terungkap bahwa data-data ini dijual seharga USD 10 ribu, atau sekitar Rp 152 juta, dengan jumlah data yang bocor mencapai 6,6 juta.
Kasus kebocoran data ini mengingatkan kita semua akan pentingnya perlindungan terhadap informasi pribadi. Sebagai pengguna layanan digital, masyarakat diharapkan lebih berhati-hati dalam menjaga data pribadi serta meningkatkan keamanan akun mereka untuk menghindari penyalahgunaan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Sementara itu, pemerintah diharapkan dapat memperkuat sistem keamanan data untuk mencegah insiden serupa terulang kembali.