Jakarta – Istilah supermoon merujuk pada fase bulan baru atau purnama yang terjadi ketika Bulan berada pada titik terdekatnya dengan Bumi dalam orbit bulanannya, atau disebut perigee. Fenomena ini disebut “super” karena saat purnama terjadi di perigee, Bulan tampak sedikit lebih besar dan lebih terang dibandingkan purnama biasa.
Pada tahun 2024, terdapat empat supermoon berturut-turut, dengan supermoon kedua yang jatuh pada tanggal 17-18 September 2024. Sebelumnya, supermoon pertama telah terjadi pada 19 Agustus 2024, dan dua lagi akan menyusul di akhir tahun.
Namun, pertanyaannya muncul: Apakah fenomena supermoon ini juga membawa dampak “super” pada Bumi seperti namanya? Mari kita bahas lebih lanjut.
Tarikan Gravitasi Supermoon: Benarkah Lebih Kuat?
Pertanyaan yang sering muncul adalah apakah supermoon memiliki pengaruh yang lebih besar pada Bumi dibandingkan fase bulan purnama biasa. Jawabannya: ya dan tidak.
Gravitasi Bulan memang sedikit berubah tergantung pada jaraknya dari Bumi. Gravitasi secara umum bergantung pada dua faktor: massa objek dan jarak antara kedua objek tersebut. Ketika Bulan berada di titik terjauhnya, yaitu apogee, tarikan gravitasinya lebih lemah. Sebaliknya, saat Bulan berada di titik terdekatnya, perigee, tarikan gravitasinya lebih kuat.
Namun, meskipun perbedaan tarikan gravitasi ini nyata, efeknya pada Bumi tidak terlalu besar dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu pengaruh yang jelas terlihat dari gravitasi Bulan adalah fenomena pasang surut air laut.
Pasang Surut yang Lebih Tinggi: Efek Nyata dari Supermoon
Ketika supermoon terjadi, tarikan gravitasi Bulan yang lebih kuat mengakibatkan apa yang disebut pasang perigean, yakni pasang surut air laut yang lebih tinggi dari biasanya. Fenomena ini terjadi karena adanya perbedaan gaya gravitasi di sisi Bumi yang menghadap Bulan dan sisi yang berlawanan.
Gaya gravitasi Bulan terhadap Bumi melemah dengan bertambahnya jarak. Oleh karena itu, bagian Bumi yang lebih dekat ke Bulan mengalami tarikan yang lebih kuat dibandingkan bagian yang lebih jauh. Selisih jarak sekitar 12.874 km antara kedua sisi Bumi menyebabkan apa yang disebut sebagai efek gravitasi diferensial, yang pada akhirnya menghasilkan perbedaan ketinggian air laut di berbagai wilayah.
Bumi Mengalami Tarikan, Lautan Bergelombang
Efek gravitasi diferensial ini menyebabkan Bumi sedikit “terentang” di sepanjang garis yang menghubungkan Bulan dan Bumi. Meskipun Bumi sebagai benda padat cukup kaku dan tidak terlalu terpengaruh, lautan yang lebih cair merespons lebih signifikan. Akibatnya, air laut di kedua sisi Bumi, baik yang menghadap Bulan maupun yang berlawanan, mengalami peningkatan volume yang dikenal sebagai pasang surut.
Namun, meski begitu, dampak fisik dari supermoon pada kehidupan di Bumi tidaklah “super” seperti yang sering dianggap. Tidak ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa supermoon dapat memicu bencana alam yang lebih besar, seperti gempa bumi atau letusan gunung berapi.
Kesimpulan: Supermoon Lebih Indah daripada Berbahaya
Pada akhirnya, meskipun supermoon dapat menyebabkan pasang surut yang lebih tinggi, fenomena ini lebih menarik dari segi visual daripada dari segi dampaknya pada kehidupan sehari-hari. Dengan ukuran yang lebih besar dan cahaya yang lebih terang, supermoon adalah pemandangan alam yang mengagumkan, tapi tak perlu ditakuti.
Jadi, pada 17-18 September 2024 mendatang, nikmatilah pemandangan supermoon yang memukau tanpa perlu khawatir akan dampak buruknya pada Bumi.